Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kebutuhan Finansial Sebelum Menikah

 



Menikah, adalah sebuah ibadah yang dimulai sejak terlontarnya akad ijab dan qobul dan harapannya dapat ditunaikan sepanjang hidup. Menikah adalah salah satu sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sudah semestinya diamalkan pula oleh para pengikutnya. 

Jalan menuju pernikahan atau dengan kata lain menuju Ridho Allah swt itu harus menggunakan jalan yang baik, jalan yang sesuai aturan-Nya, yakni dengan jalan ta’aruf atau berkenalan. Sebagaimana kita ketahui bahwa proses ta’aruf itu adalah proses yang relatif singkat karena tujuan utamanya adalah pernikahan. Oleh karena itu, sangat perlu persiapan yang matang untuk mewujudkan pernikahan yang kita damba, salah satu yang perlu kita persiapkan adalah finansial. 

Terdapat beberapa poin penting tentang Kebutuhan Finansial Sebelum Menikah menurut Rendra Mochtar Habibie (2020), diantaranya:


Kebutuhan Finansial Sebelum Menikah

Nikah Gak Harus Mapan 

Nikah itu tidak harus mapan, namun harus berpenghasilan. 
Jadi, apabila diri (laki-laki) belum mapan dalam hal pekerjaan namun sudah memenuhi kemampuan prasyarat ba’ah (mampu menanggung beban pernikahan), yakni kemampuan berhubungan seksualitas, memberikan mahar, dan nafkah yang cukup, maka sudah dapat melangsungkan pernikahan.

Angka Cukup 

Angka cukup setiap orang memanglah berbeda-beda, namun terkadang gaya hiduplah yang membuat orang bersibuk-sibuk dalam mencari ‘dunia’. Jadi, tidak perlu atau tidak harus hidup bermewah-mewahan yang penting cukup. Cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga tanpa memaksakan yang sulit diwujudkan. 
Misalnya: 
penghasilan suami/bulan = Rp 5.000.000,
kebutuhan rumah tangga = Rp 2.500.000,
sisanya bisa untuk orang tua, sedekah, atau yang lainnya.
Intinya, apabila angka cukup kita sudah terpenuhi, maka kita bisa mencukupi angka cukup orang lain.

Tetap Berpendapatan

Sudah menjadi suatu keharusan dalam sebuah rumah tangga untuk tetap adanya ‘penghasilan’. 
Apabila membahas masalah pendapatan (rezeki), kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Imam Malik dan Imam Syafi’I. Kedua ulama tersebut memperdebatkan rezeki Allah turun kepada makhlukNya melalui ikhtiar/usaha (Imam Syafi’i) ataukah hanya perlu bertawakkal/pasrah kepada kehendak Allah swt (Imam Malik) saja. Akhirnya keduanya berkesimpulan bahwa rezeki Allah bisa turun kepada hambaNya melalui ikhtiar dan tawakkal. Sebagaimana Imam Syafi’I yang mendapatkan upah berupa buah anggur setelah membantu petani memanen anggur (ikhtiar) dan Imam Malik yang mendapatkan rezeki berupa buah anggur yang dibawakan oleh Imam Syafi’I kepada beliau (tawakkal).
Intinya, ikhtiar dan tawakkal sebaiknya dijalankan secara bersamaan untuk mendapatkan rezeki yang berkah. 

Pada poin ini, terkadang calon mertua kurang yakin dengan pekerjaan sang calon menantu yang tidak tetap, misalkan wirausaha bukan pegawai yang penghasilannya tetap. Pada kondisi tersebut, sang calon menantu sebaiknya meyakinkan, membuktikan, serta bertawakal kepada Allah swt agar sang mertua dipahamkan Allah swt.  

Keterbukaan Antara Suami dan Istri

Keterbukaan adalah poin penting. Calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan perlu untuk saling mengetahui apakah masing-masing punya hutang?, apakah masing-masing punya tanggungan keluarga yang harus dibiayai?, dll. Selain itu, hal yang perlu didiskusikan antara calon mempelai laki-laki dan perempuan adalah pengelolaan uang masuk dan keluar, tujuan bersama (misal membeli rumah, pergi haji, dll), dan lain sebagainya.

Untuk masalah pendapatan rumah tangga, istri boleh membantu perekonomian keluarga asalkan mendapati ijin dari suami. Pendapatan dalam rumah tangga itu ada 2 jenis, yaitu gaji hasil kerja suami (nafkah) dan gaji hasil kerja istri (pemberian). Perkara siapa yang akan memegang peran di kantor atau di dapur memang sebaiknya didiskusikan bersama. 

Tugas Mulia Mitsaqon Ghaliza (Perjanjian yang Besar)

Perjanjian pernikahan antara laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai istri disejajarkan dengan perjanjian para Nabi. Hal ini menyatakan bahwa pernikahan adalah prosesi yang agung dan mulia, karena ketika ijab dan qobul telat terucap maka telah terjadi perjanjian bukan hanya antara dua insan manusia akan tetapi perjanjian langsung dengan Allah swt juga. 

Walimah Impian

Walimah pernikahan sebaiknya tetap diadakan untuk memberitahu orang lain bahwa telah terjadi pernikahan serta untuk menghindarkan fitnah. Walimah ini dapat diadakan secara sederhana namun tetap sesuai syariat Islam. Biaya yang digunakan untuk mengadakan acara walimah diperbolehkan menggunakan uang dari calon mempelai perempuan asalkan telah disepakati oleh dua belah pihak. 

Demikianlah beberapa hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu sebelum sahabat domarai memutuskan untuk melangsungkan pernikahan. Semoga bermanfaat!